Cari Blog Ini

Minggu, 20 Oktober 2013

wanita sholeha atau wanita cantik ??

wanita sholeha atau wanita cantik ??


Pesona Kecantikan

Subhan tidak bisa menolak apa yang telah direncanakan orangtuanya, yaitu perjodohan dengan perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya.
            “Azizah adalah perempuan yang sangat baik. Dia pandai menata rumah. Selain itu, dia adalah perempuan yatim piatu yang salihah,” kata ibunya.
            “Bagiku, perempuan salihah yang akan mendampingimu jauh lebih berharga dibandingkan semua perempuan cantik di dunia ini,” lanjut ayahnya mantap.
            Hati Subhan berontak. Namun, dia tidak ingin menjadi anak yang durhaka karena menentang orangtua. Akhirnya, dia pasrah dan menuruti kemauan orangtuanya.
            “Jika kau setuju, Anakku. Kami akan menjemput Azizah di kampungnya,” ujar ayahnya.
            Bagaimana mungkin aku tidak setuju? Kata subhan dalam hati.
            Subhan hanya mengangguk setuju. Ia tak ingin mengecewakan keinginan orangtuanya. Jika perjodohan ini membuat orangtuanya bahagia, Subhan akan menyetujuinya. Bagi Subhan, tidak ada yang lebih berharga selain membahagiakan orangtuanya.

            Paras Subhan yang tampan memudahkan dirinya memilih perempuan cantik mana pun yang akan dijadikan istrinya. Sebenarnya, Subhan memiliki kriteria sendiri untuk calon pendampingnya. Dia ingin mendapatkan seorang perempuan yang elok. Semua harapannya tinggal impian. Azizah, gadis yang dijodohkan dengannya, sama sekali tidak dia ketahui rupanya.

            Ketika khitbah, sekilas ia menatap wajah calon istrinya. Menurut ayah dan ibunya, Azizah baik. Subhan bisa melihat dari wajahnya yang teduh dan damai, tetapi tidak ada guratan kecantikan di sana. Aaah…
            Azizah adalah perempuan dengan rupa yang sederhana, jauh dari kriterianya. Batin Subhan menjerit, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Di lubuk hatinya, dia tetap menilai kecantikan perempuan bukan sekadar baik. Namun, perempuan itu haruslah memiliki tubuh tinggi , langsing, mata bulat lengkap dengan bulunya yang lentik, hidung mancung, bibir ranum, dan kulit yang indah. Azizah, tidaklah demikian.

            Perjodohan harus terlaksana. Subhan tidak bisa menolak keinginan orangtuanya. Dengan sekuat tenaga, Subhan mengusir kriteria perempuan dan berusaha menerima Azizah apa adanya. Berusaha mencintainya, walau rasanya itu akan sia-sia saja.
            Akhirnya, pernikahan terjadi. Subhan melihat Azizah begitu bahagia. Sinar matanya mengatakan hal itu. Subhan berusaha untuk bahagia. Demi orangtuanya, Subhan berusaha membuat semuanya terlihat bahagia, walau setiap malam hatinya menjerit. Begitu sulit melepaskan diri dari kriteria perempuan impiannya.

            Hari demi hari, dia semakin tidak mampu berpura-pura bahagia. Subhan merasa hidupnya sia-sia. Dia mulai marah dengan keadaan itu. Ya, dia mengakui bahwa Azizah melayaninya dengan baik. Azizah seorang istri yang baik, tetapi itu tidak cukup membuat Subhan mencintainya.
            Subhan mulai mengacuhakan Azizah. Azizah semakin menyadari bahwa suaminya tidak mencintainya. Subhan semakin ketus hingga akhirnya Azizah bertanya kepadanya, tetapi Subhan tak menjawab.
            “Apa pun yang kaulakukan padaku, aku akan tetap mengabdi padamu sebab kau adalah suamiku,” ujar Azizah mantap.
            Subhan hanya diam tak menyahut. Ternyata memang benar, walau Subhan bertindak seenaknya, Azizah tetap melayani Subhan dengan baik. Azizah memang istri yang baik dan benar kata orangtuanya, Azizah juga perempuan yang salihah. Saat tengah malam, dia tak pernah absen shalat tahajud dan melantunkan ayat Al-Qur’an. Namun hal itu sama sekali tidak membuat hati Subhan tergugah. Kadang, Subhan memaki dirinya sendiri. Mengapa dia begitu terobsesi pada perempuan cantik ? Bukankah dalam agama Islam diajarkan bahwa keimanan adalah faktor terpenting dalam memilih pasangan ?
            “Aku hamil,” kata Azizah suatu pagi.
            Subhan hanya menatapnya dengan dingin.

            Pada suatu hari, di tengah perjalanan menuju rumah, Subhan bertemu dengan sahabat lamanya. Wajah sahabatnya itu sungguh berduka.
            “Mengapa kau terlihat bersedih?” tanya Subhan.
            Sahabat Subhan lalu mengajak Subhan berteduh di sebuah masjid.
            “Aku ingin bercerita,” katanya.
            Subhan berjalan mengikuti sahabatnya menuju masjid. Dalam hatinya ia bertanya tentang hal yang ingin di ceritakan sahabatnya itu. Seharusnya dia bahagia karena telah menikahi seorang perempuan yang sangat cantik.
            “Ini mengenai pernikahanku. Maafkan aku, ya Allah…,” desisnya pelan. “Aku tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan istriku, tapi…” lanjutnya.
            “Apa yang terjadi?” tanya Subhan.
            “Kau tahu betapa aku sangat mencintai istriku. Kuakui aku jatuh cinta padanya karena dia sangat cantik dan sempurna.”
            “Ya…,” terbayang di benak Subhan wajah istri sahabatnya yang memang sangat cantik.
            “Pada awalnya, orangtuaku tidak merestui hubungan kami. Hingga Ayah menanyakan, mengapa kau tidak menikahi perempuan yang salihah? Ya, memang benar istriku tidak sempurna dalam akhlaknya. Dia adalah perempuan yang jarang mengaji dan shalat. Hatiku telah dibutakan oleh kecantikannya.”
            “Lalu?” tanya Subhan penasaran.
            “Ternyata, pernikahanku memang tidak bahagia. Istriku terlalu banyak menuntut. Awalnya, aku memaklumi karena dia memang masih awam dalam hal agama. Aku sebagai suaminya, akan berusaha menuntunnya. Namun, aku justru semakin tersiksa dengan sikapnya. Jika tuntutannya tidak kukabulkan, dia tidak memperlakukanku seperti seorang suami. Istriku sangat boros, bahkan kini aku memiliki begitu banyak utang karenanya. Ketika aku menegurnya, dia beralasan karena aku tidak bisa mencukupi kebutuhannya, padahal…”
            “Ya…?” mata Subhan membulat.
            “Tahukah kau? Orangtuaku kini jatuh miskin karena semua yang mereka miliki diberikan kepadaku demi membahagiakan istriku.”
            Subhan tertegun.
            “Kini, aku tidak memiliki apa-apa lagi. Istriku malah semakin tidak menghormatiku,” kata sahabat Subhan sambil menitikkan air mata.
            “Istriku meminta cerai. Alasannya, dia bisa lebih bahagia dengan lelaki kaya yang sanggup memberikan segalanya.”

            Cerita sahabatnya itu membuat hati Subhan teriris. Apa yang sudah dia lakukan pada Azizah sungguh tidak adil. Allah memberinya jodoh terbaik. Azizah memang tidak cantik, tetapi dia adalah seorang perempuan yang salihah. Dia adalah seorang istri yang sangat menghormati suaminya. Dia adalah istri yang tak pernah menuntutnya, bahkan dia memberikan cinta tanpa pamrih yang begitu indah.

            Selepas mendengarkan kisah pilu sahabatnya, diam-diam hati Subhan bertekad bahwa tidak ada lagi kriteria perempuan impian dalam hatinya. Bidadari itu sudah dikirimkan Allah untuknya.
            “Azizah, aku akan berusaha mencintaimu,” kata Subhan dalam hatinya.
            Sebelum pulang, Subhan menyempatkan diri ke sebuah toko untuk membeli sebuah jilbab yang cantik. Dia ingin membuat Azizah bahagia dan memberinya senyum yang manis. Setiba di rumah, ketukan pintu Subhan tidak dihiraukan.
            “Ke mana istriku?” tanyanya dalam hati.
            Kreeeek… ternyata pintu rumah tidak terkunci.
            “Assalamu’alaikum”
            “Wa’alaikum salam.” Dari arah kamar, terdengar suara lirih Azizah.
            Dengan langkah cepat, Subhan menuju kamar. Dilihatnya Azizah tergeletak di kasur dalam keadaan lemas.
            “Ya Allah, apa yang terjadi padamu?” Subhan memeluk Azizah.
            “Aku terjatuh di kamar mandi,” jawab Azizah lirih.
            “Kenapa kau tidak pergi ke rumah sakit? Tidak adakah yang menolongmu?” Subhan gusar.
            “Aku belum meminta izinmu, Suamiku.”

            Subhan menangis, dadanya terasa sesak. Dalam tangisannya, terbayang sikapnya yang tidak adil kepada Azizah. Pengorbanan dan pengabdian Azizah sungguh luar biasa. Subhan memeluk erat tubuh Azizah hingga Subhan merasakan detak jantung Azizah berhenti. Azizah meninggal dalam pelukannya dengan wajah yang sangat teduh. Dia terlihat cantik. Dalam penyesalan yang meyeruak, Subhan merasakan angin sejuk menghampiri dirinya. Cahaya cinta yang memancar dari wajah Azizah semakin kuat untuknya. Subhan menyesal karena tidak memberikan hatinya untuk perempuan itu.

            Di samping tubuh Azizah, terdapat sepucuk surat. Subhan lalu membacanya dengan pandangan yang terhalang air mata.
            Suamiku, maafkan aku karena tidak membuatmu bahagia. Berikan ridha dan ikhlasmu untukku dan anak kita. Aku mencintaimu.  ISTRIMU

            Subhan menangis tersedu-sedu, “ Kenapa cinta ini datang terlambat, ya Allah, ampuni aku ya Allah, aku menyesal, akankah aku bisa mendaptkan Azizah kembali  ya Allah ? “ .
ya….Allah menghukumnya dengan penyesalan yang luar biasa.

“sesungguhnya, dunia seluruhnya adalah benda (perhiasan) dan sebaik-baik benda (perhiasan) adalah wanita (istri) yang salihah.” –HR MUSLIM

" Diperhiaskan bagi manusia kesukaan kepada barang yang diingini, (yaitu) dari hal perempuan dan anak laki-laki, dan berpikul-pikul emas dan perak, dan kuda kenderaan yang diasuh, dan binatang-binatang ternak dan sawah-ladang. Yang demikian itulah perhiasan hidup di dunia. Namun di sisi Allah ada (lagi) sebaik tempat kembali "

 " Katakanlah: sukakah kamu aku ceritakan kepada kamu apa yang lebih baik daripada yang demikian, di sisi Tuhan mereka, bagi orang-orang yang bertakwa? Ialah syurga-syurga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan isteri-isteri yang suci, dan keridhaan dari Allah. Dan Allah melihat akan hamba-hambaNya." ( QS. Ali Imron : 14-15 )

Bagaimana, mana yang yang lebih menggiurkan JANJI ALLAH SWT atau RAYUAN KENIKMATAN SESA'AT ?

Sabtu, 19 Oktober 2013

Seandainya Ini Shalat Terakhir ku

Ya Allah,

Andai aku tahu ini adalah solat terakhir ku,

Maka aku akan menyempurnakan wudhu dan niat solat ku

Akan ku baca ayat Mu dengan penuh penghayatan dan pemahaman

Akan ku penuhi sujud ku dengan doa kepada mu

Akan ku basahi sajadah ku dengan air mata pengingatan terhadap Mu

Akan ku biarkan derai ku mengiringi permohonan ampun ku kepada Mu



Ya Allah,

Jika aku tahu ini adalah solat terakhir ku

Aku tidak akan pernah menundanya walau hanya sedetik

Aku tidak akan menyegerakan rakaat agar solat ku cepat selesai

Aku tidak akan pernah terfikir pada urusan dunia yang sering difikiran

Sungguh,

Aku tidak akan pernah menyiakan kesempatan terakhir ku untuk menganggungkan asma Mu



Tetapi Ya Allah,

Apakah aku tahu,

Yang manakah yang akan menjadi solat terakhirku?

Tetapi mengapa aku mensia-sia waktu seolah-olah aku akan tetap hidup selamanya



Yang manakah yang akan menjadi solat terakhirku?

Ketika semua yang ku lakukan hanya untuk menggugurkan kewajipanku

Terburu-buru ku habiskan dialogku dengan Mu

Hanya agar aku dapat segera kembali pada urusan dunia

Hanya untuk mengagungkan kefanaan



Aku tidak pernah merasa perlu memohon ampunan Mu

Aku belum merasa perlu bersyukur atas nafas dari Mu

Yang manakah yang akan menjadi solat terakhirku?

Ampuni aku Ya Allah…

Astaghfirullah...

Rabu, 03 April 2013

informasi bisnis


Just share : Kenapa Banyak yang Gagal di Bisnis Online

Kalau anda pernah ditawari orang tentang bisnis online - yang katanya gampang dilakukan - anda harus mencurigai 10 kali lipat sebagai sebuah rayuan belaka. Ya, karena memang tidak ada yang gampang dalam dunia bisnis, termasuk dalam bisnis yang menggunakan internet. Yang terjadi adalah malah sebaliknya, jumlah orang yang gagal dalam berbisnis online jauh lebih banyak ketimbang yang sudah meraih keuntungan. Kenapa?

Tidak Tahu Harus Memulai Dari Mana
Permasalahan mendasar mereka yang baru melek internet dan kemudian mau coba-coba berbisnis online adalah masalah orientasi. Mereka tidak paham harus ngapain. Mereka nggak tahu harus start dari titik mana. Hampir-hampir seluruh ide dan penawaran bisnis online selalu menyodorkan kelebihan yang luar biasa menarik. Tapi mana yang cocok untuk anda, mana yang bukan scam, mana yang sifatnya long term, seorang pemula biasanya sulit untuk membedakan.

Salah Persepsi Tentang Bisnis Online
Prinsip utamanya adalah tetap kerja dan usaha. Tidak ada bisnis yang langsung bisa memberikan hasil, apalagi jika anda tidak melakukan apa-apa. Sebuah omong kosong besar jika ada bisnis yang menyuruh anda duduk diam, tapi dapat uang. Semudah-mudahnya sebuah bisnis online, pasti tetap harus berusaha dan bekerja, minimal dalam tahap perintisannya. Kalaupun ada bisnis online yang hanya perlu ongkang-ongkang kaki, itu tidak lain adalah sebuah bisnis investasi. Dan yang harus anda sadari, dalam sebuah investasi pasti terkandung yang namanya resiko. Jadi kalau anda ingin terjun dalam sebuah bisnis online yang bermutu, ubahlah paradigma anda tentang skema cepat kaya. Tidak ada yang instan!

Tidak Fokus
Kegagalan para pemain bisnis online lainnya adalah karena tidak fokus. Terlebih saat ini begitu banyak tawaran bisnis yang amat beragam. Bisnis yang satu belum digigihkan, sudah tergiur dengan tawaran bisnis internet lainnya. Bagaimana anda bisa sukses jika saat ini perhatian anda terpecah terhadap katakanlah 3-5 bisnis yang berbeda? Tuntaskan satu persatu hingga sudah established, baru anda boleh melongok pada peluang bisnis lainnya.

Mudah Menyerah
Ini problem bisnis yang paling umum, baik secara online maupun offline. Yang namanya kesulitan dan proses pasti muncul dalam setiap usaha. Banyak orang tidak kuat bertahan dalam situasi ini, dan menyerah sebelum menampakkan hasil. Belajar dan belajar adalah proses yang paling dibutuhkan dalam menekuni bisnis online. Karena dalam proses kegagalan tersebut, anda semakin dekat dengan keberhasilan.

Untuk mengatasi berbagai hambatan di atas, sebuah usaha yang paling tepat adalah anda harus segera menemukan mentor bisnis yang tepat. Yang bisa memandu anda. Biasanya mentor-mentor bisnis tersebut sudah melalui banyak kerikil dan lubang kegagalan, sehingga pengalaman mereka bisa menjadi pelajaran berharga buat anda yang baru belajar. Anda bisa mencarinya lewat forum-forum diskusi, lewat grup-grup di Facebook, atau berusaha berkenalan dengan profil-profil yang sudah sukses di bisnis online

Selasa, 02 April 2013

FILM habibie dan ainun


penyesalan ku ayah


PENYESALAN KU AYAH
karya : riski puspita l

Ayah kandungku meninggal karna kanker paru-paru stadium akhir saat saya berusia 6 thn. Beliau juga meninggalkan Ibu & Adik saya yg masih berusia 2 thn. Sejak saat itu kehidupan kami sehari-hari sangat sulit. Setiap hari Ibu bekerja membanting tulang di sawah hanya cukup untuk menyelesaikan masalah perut saja.
Saat saya berusia 9 thn, Ibu menikah lagi dan menyuruh kami memanggilnya Ayah.lelaki itu adalah Ayah Tiri saya.dia seorang yg sangat rajin, Beliau juga sangat menyayangi Ibu. Pekerjaan apa saja dalam keluarga yangg membutuhkan tenaganya akan Beliau lakukan,  tidak membiarkan Ibu untuk campur tangan.sahari-hari Ayah Tiri adalah orang yangg pendiam. Usianya kira-kira 40-an lebih, memiliki bentuk badan yang tinggi dan kurus, tetapi bersemangat. Dahinya hitam, memiliki sepasang tangan besar yg kasar, di wajahnya yg kecoklatan terdapat sepasang mata kecil yg cekung.Ayah Tiri saya mempunyai suatu kebiasaan, tidak peduli pergi kemana pun, diatas pinggangnya selalu terselip sebatang pipa rokok antik berwarna coklat kehitaman.
Setiap ada waktu senggang dia selalu menghisap rokok menggunakan pipa itu. Sejak dulu saya tidak suka dengan perokok, oleh karenanya saya juluki dia dengan sebutan “setan perokok”.Dlm ingatan saya, Ayah Tiri selalu tenang dlm menghadapi segala persoalan, tdk peduli besar kecilnya permasalahan selalu dihadapinya dengn santai. Namun hanya karna sebatang pipa rokok, Ayah Tiri telah memberikan saya satu tamparan yang sangat keras.
Teringat waktu itu Ayah Tiri baru saja menjadi anggota keluarga kurang lebih setengah tahun, suatu hari saya menyembunyikan pipa rokoknya. Hasilnya, Beliau selama beberapa hari merasa gelisah dan tidak tenang, sepasang matanya merah laksana berdarah. Akhirnya karna saya diinterogasi dengan keras oleh ibu, dengn berat hati saya menyerahkan pipa rokok itu.Ketika saya menyerahkan pipa itu kehadapan Ayah Tiri, Beliau menerimanya denngan tangan gemetaran dan tak lupa Beliau memberikan saya satu tamparan keras, kedua matanya berlinangan air mata.
Saya sangat ketakutan dan menangis, Ibu menghampiri dan memeluk kepala saya lalu berkata, “Lain kali jgn pernah menyentuh pipa rokok itu, mengertikah kamu? Pipa itu adlh nyawanya!”Stlh kejadian itu, pipa rokok itu menjadi penuh misteri bagiku. Saya berpikir, “Ada apa dengn pipa itu sehingga membuat Ayah Tiri bisa meneteskan air mata? Pasti ada sebuah kisah tentangnya.”
Mungkin tamparan itu telah menyebabkan dendam terhadap Ayah Tiri, tidak peduli bagamanapun jerih payah pengorbanannya,saya tidak  pernah menjadi terharu. Sejak usia belia, saya selalu berpendapat Ayah Tiri sama jahatnya seperti Ibu Tiri dalam dongeng. Sikap saya terhadap Àyah Tiri sangat dingin, acuh tak acuh, lebih-lebih jangan harap menyuruh saya memanggil dia “Ayah”.Tapi ada sebuah peristiwa yg membuat saya mulai ada sedikit kesan baik terhadap Ayah Tiri.
Suatu hari ketika saya baru pulang sekolah, begitu masuk rumah segera melihat kedua tangan Ibu memegangi perut sambil berteriak kesakitan. Ibu berguking-guling di ranjang, butiran besar keringat dingin bercucuran di wajahnya yg pucat. Penyakit maag Ibu kambuh lagi! Saya & Adik menangis mencari Ayah Tiri yg bekerja di sawah. Mendengar penuturan kami, dia segera membuang cangkul ditangannya, sandal pun tidak sempat dia pakai. Sesampai di rumah tanpa berkata apapun, segera menggendong Ibu ke rumah sakit seperti orang sedang kesurupan. Ketika Ibu dan Ayah Tiri kembali ke rumah, hari sudah larut malam, Ibu kelelahan tertidur pulas di atas pundak Ayah Tiri.
Melihat kami berdua, Ayah Tiri dengn nafas tersanggah-sanggah, tertawa dan berkata kpd kami, “Beres, sdh tdk ada masalah. Kalian pergilah tidur, besok harus bersekolah!” Saya melihat butiran keringat sebesar kacang berjatuhan bagai butiran mutiara yg terburai, jatuh pada sepasang kaki besarnya yg penuh tanah.
Kesengsaraan yg saya alami dimasa kecil, membuat saya memahami penderitaan seorang petani. Saya menumpahkan segala harapan saya pada ujian masuk ke Universitas. Tetapi pertama kali mengikuti ujian, saya mengalami kegagalan.
“Bu, saya sangat ingin mengulang sekali lagi,” pinta saya pada Ibu.“Nak, kamu tahu sendiri keadaan ekonomi kita, adikmu juga masih sekolah di SMA, kesehatan Ibu juga tidak baik, pengeluaran dalam keluarga semua menggantungkan Ayahmu. Lihatlah sendiri ada berapa gelintir orang di desa ini yg mengenyam pendidikan SMA? Ibu berpendapat kamu pulang ke rumah untuk membantu Ayahmu!”
Tapi saya sudah berniat, bersikap teguh tidak mau mengalah. Saat itu Ayah Tiri tdk mengatakan apa-apa, Beliau duduk di halaman luar menghisap rokok dengan pipa kesayangannya. Saya tdk tahu di dalam benaknya sedang memikirkan apa.Esok harinya Ibu berkata pada saya, “Ayah setuju kamu kuliah, giatlah belajar!”Ayah Tiri menjadi orang yg pertama kali menerima dan membaca surat penerimaan mahasiswa saya. “Bu, anak kita diterima diperguruan tinggi!” teriaknya.
Saya dan Ibu berlari keluar dari dapur. Ibu melihat dan membolak-balik surat panggilan itu meski satu huruf pun dia tidak mengenalinya. Tetapi kegembiraan itu tersirat dari tingkah lakunya. Malam itu tak tahu mengapa Ayah Tiri sangat gembira hingga bicaranya juga banyak.Tetapi utk selanjutnya biaya uang sekolah perguruan tinggi sejumlah 4.000.000 itu membuat keluarga cemas. Ibu mengeluarkan segenap uang tabungannya serta menjual & meminjam kesana kemari, tetap masih kurang 500.000.“Gimana? Kuliah akan dimulai satu hari lagi”. Saat makan malam, hidangan diatas meja tidak ada satu orang pun yg menyentuhnya. Ibu menghela napas panjang sedangkan Ayah Tiri berada disampingnya sambil merokok, sibuk memperbaiki alat tani ditangannya, saya tidak tahu mengapa hatinya begitu tenang? Suara napas Ibu membuat hati saya hancur “Sudahlah saya tdk mau kuliah! Apa kalian puas?Saya berdiri dan bergegas masuk kamar, merebahkan diri di ranjang lalu mulai menangis !Saat itu saya merasakan ada satu tangan besar yg keras menepu-nepuk  pundak saya, “Sudah dewasa masih menangis, besok Ayah pergi berusaha, kamu pasti bisa kuliah.”Malam itu Ayah membawa pipa rokoknya, menghisap seorang diri di halaman rumah hingga larut malam, percikan api rokok yangg sekejap terang dan gelap menyinari wajahnya yang banyak mengalami pahit getir kehidupan.
Dia memejamkan sepasang mata, raut wajahnya menyembunyikan perasaan sangat berat.Besoknya Ibu memberitahu saya bahwa Ayah Tiri pergi ke kabupaten. “Pergi utk apa?” “Dia bilang pergi ke kota mencari teman menanyakan apakah bisa pinjami uang.”“Apa usaha temannya?” Ibu menggelengkan kepala, mulutnyaberkata, “t taidak tahu”hari itu saya menunggu di depan desa, memandang ke arah jalan kecil yg berliku-liku. Untuk pertama kali perasaan hati saya ada semacam dorongan ingin bertemu Ayah Tiri, dan utk kali pertama saya juga merasakan berharganya sosok Ayah Tiri dalam jiwa saya, masa depan saya tergantung pada dirinya.
Hingga malam saya baru melihat Ayah Tiri pulang. Saat saya melihat wajahnya yg penuh senyuman, hati saya yang selalu cemas, akhirnya bisa merasa lega. Ibu bergegas mengambil seember air hangat utk merendam kakinya. “Celupkanlah kakimu, berjalan pulang pergi 40 perjalanan cukup membuat lelah.” Dengan lembut Ibu berkata pada Ayah Tiri.
Saya mengamati wajah Ayah Tiri beliau bukan lagi seorang lelaki yang masih kuat dan kekar seperti dulu. Wajahnya pucat dan bibir membiru, dahinya hitam penuh dengan kerutan, rambut pendek serta tangan kurus bagaikan kayu bakar, penuh dengan tonjolan urat hijau.
Memang benar, Ayah Tiri sudah tua. Dengan hati-hati Ibu melepaskan sepasang sepatunya yangg hampir rusak. Di bawah sinar temaram lampu neon, terlihat sebuah benjolan darah besar yg sdh membiru, tak tertahankan hati saya merasa sedih, air mata saya diam-diam menetes.Keesokan hari ketika saya berangkat kuliah, Ayah Tiri mengatakan Beliau tidak enak badan, diluar dugaan Beliau tidak bisa bangun dari tempat tidur.
Dalam perjalanan mengantar saya kuliah Ibu berkata, “Nak, kamu sudah dewasa, diluar sana semuanya tergantung pada dirimu sendiri. Sebenarnya Ayah Tirimu itu sangat menyayangimu, Dia sangat mengharapkanmu memanggilnya Ayah! Tetapi kamu……”
Suara Ibu terbatah-batah, saya menggigit bibir dgn suara lirih berkata, “Lain kali saja, Bu!”Setiap kali membayar uang kuliah, Ayah Tiri pasti pergi ke kota untuk meminjam uang. saya jarang berbicara dengan Ayah Tiri di rumah, Beliau sendiri juga jarang menanyakan keadaan saya. Tetapi kegembiraan Ayah Tiri bisa dirasakan.
Setiap kali kembali ke tempat kuliah, Ayah Tiri pasti akan mengantar sampai ke tempat yg cukup jauh. Sepanjang perjalanan Beliau keabanyakan hanya menghisap pipa rokoknya. Semua yang ingin saya sampaikan kepada beliau tidak tau dari mana.Sebenarnya dalam hati kecil sejak dulu sudah menerimanya seperti ayah kandung, cinta kasih kadang kala sangat sulit utk diutarakan.
Pada liburan tahun baru, rumah terkesan ramai sekali. Saat itu saya sudah kuliah di semester 6. Adik meminta saya bercerita tentang hal-hal menarik di kota,Ayah Tiri duduk di belakang Ibu, sibuk mengeluarkan abu tembakau setelah itu memasukkan tembakau ke dalam pipa, wajahnya penuh dengan senyum kebahagiaan. Saya pun bercerita tentang keadaan kota.
“, teman sekelas kakak kebanyakan sudah mempunyai ponsel & laptop, sedangkan kakak sebuah arloji pun tidak punya” Saat itu saya melihat wajah Ayah Tiri sedikit tegang, segera ada perasaan menyesal telah mengucapkan kata itu.
Saat liburan usai saya hrs meninggalkan rumah kembali kuliah Seperti biasa Ayah Tiri mengantarkan saya. Sepanjang perjalanan, beberapa kali Ayah Tiri memanggil saya, tetapi ketika saya menanggapi, dia membatalkan berbicara, sepertinya mempunyai beban pikiran yg sangat berat. Saya sangat berharap Ayah Tiri bisa memulai topik pembicaraan, agar bisa berkomunikasi baik dengannya, namun saya selalu kecewa.
Ketika berpisah, Beliau berkata dengan kaku, “Saya tdk mempunyai kepandaian apa-apa, tidak bisa membuat hidup kalian bahagia, saya sangat menyesalinya. Jika jika kamu sukses nanti .harus berbakti pada Ibumu, biarkan Ibumu bisa menikmati hari tua dgn bahagia…” Saya menerima koper baju yg disodorkannya.
Tiba-tiba saya melihat ada genangan air dimatanya. Hati saya menjadi lemah, mendadak merasakan ada semacam dorongan hati yg ingin memanggilnya “Ayah”, tapi kata yang telah tersimpan lama ini akan terlontar dari mulut, mendadak tertelan kembali.
Ketika saya etlah berjalan jauh, saya lihat Ayah Tiri masih berdiri ditempat itu sama sekali tak bergerak, bagaikan patung.
Dalam hati saya berjanji: ketika pulang nanti, saya pasti akan memanggilnya “Ayah”. Namun kesempatan itu tak pernah saya dapatkan lagi. Saya tak mengira perpisahan kali ini untuk selamanya
.2 bulan setelahitu saya mendapat kabar bahwa Ayah Tiri meninggal dunia.benak saya menjadi kosong, serasa dunia ini sudah tiada lagi. Saya pulang dengan perasaan tak menentu, yang menyambut saya dirumah adalah pipa rokok berwarna coklat kehitaman yang tergantung di tembok.
Satu-satunya hal yang paling disesali Ayah adalah tidak seharusnya menamparmu, setiap kali mengantarmu kembali ke kampus, dia sangat ingin meminta maaf, tetapi ucapan itu selalu tak bisa keluar dari mulutnya. Sebenarnya masalah itu tidak bisa menyalahkan dirinya, kamu tidak tahu betapa sengsara hatinya, pipa itu adalah kesedihan seumur hidupnya!” Dgn hati pedih Ibu bercerita.
Melihat benda peninggalan itu teringat pemiliknya, dengan hati-hati  saya ambil pipa yangg tergantung di tembok itu, pandangan mata saya kabur karena air mata, merasakan kesedihan yg menusuk hati. Ibu juga tergerak hatinya, dia lalu bercerita tentang misteri pipa rokok itu…
30 thn lalu, Ayah Tiri hidup saling bergantung dgn Ayahnya. Ibu dgn Ayah Tiri adalah teman sepermainan sejakkecil. Setelah mereka tumbuh dewasa, mrkmereka sudah tak terpisah kan lagi. Tetapi jalinan kasih mereka mendapatkan tentangan keras Kakek, sebab keluarga Ayah Tiri terlalu miskin.
Karena Ibu dan Ayah Tiri dengan tegas mempertahankan hubungan merek, Kakek terpaksa mengajukan sejumlah besar mas kawin kepada keluarga Ayah Tiri baru mau merestuinya.
Demi anak satu-satunya, Ayah dari Ayah Tiri itu pergi bekerja di perusahaan penambangan batu bara. Malang tak dapat ditolak, terjadi kecelakaan di tambang itu. Dinding tambang runtuh dan menimbun sang Ayah utk selamanya. Barang peninggalan satu-satunya hanyalah pipa rokok kesayangannya semasa hidup.
Ayah tiri sangat sedih, seumur hidup orang yang paling dia hormati dan sayangi adalah Ayahnya. Kemudian Ayah Tiri menyalahkan dirinya & merasakan penyesalan yang mendalam hingga tak ingin hidup lagi.
Keesokan harinya dia diam-diam  meninggalkan rumah dengan membawa pipa rokok itu, tak seorang pun tahu kemana perginya
Dua tahun kemudian Ayah Tiri kembali lagi kekampung halamannya, tetapi 1 tahun sebelum Ayah Tiri kembali, Ibu dipaksa untuk menikah ( dgn ayah kandung saya). Untuk selanjutnya Ayah Tiri tidak menikah, yang menemani hidupnya adalah sebatang pipa rokok yang tidak pernah lepas darinya.
Setelah Ayah kandung meninggal, Ayah Tiri memberanikan diri menanggung segala tanggung jawab utk menjaga Ibu, Saya & Adik. Sejak awal Beliau menolak mempunyai anak sendiri, Beliau berkata kami ini adalah anak kandungnya.
Selesai mendengarkan cerita Ibu, tak terasa wajah saya penuh dengan air mata. Sungguh tak menduga jika pipa rokok itu bukan hanya memiliki kisah berliku perjalanan cinta mereka, namun juga mengandung ingatan yang amat berat seumur hidup Ayah Tiri!
Ayah Tiri meninggal dunia karena pendarahan otak, sebelumnya dia sudah tidak bisa berbicara, hanya memandang Ibu dengan tangannya menunjuk ke arah kotak kayu. Ibu mengerti maksudnya hendak memberikan kotak kayu tersebut kepadamu. Di dalam kotak itu terdapat beberapa lembar surat hutang, mungkin dia bermaksud menyuruhmu membayarkan hutangnya. Seumur hidupnya, dia tak ingin berhutang pada orang lainDengan .saya menerima kotak kayu itu dan membukanya dengan perlahan. Ada 8 lembar kertas di dalamnya. Saya membacanya dan terkejut bukan main, tubuh menjadi lemas terkulai diatas ranjang.
Ibu saya buta huruf, kertas-kertas yang ada dalam kotak itu bukan surat hutang seperti yg dikatakannya, melainkan tanda terima jual darah! Ayah tiri telah menjual darahnya! Kepala saya terasa pusing dan tangan saya lemas. Kotak kayu itu terjatuh, dari dalamnya keluar sebuah alroji baru,seperti yg pernah aku terucapkan dulu
Ayah! Ayah..Berlutut didepan kuburan Ayah Tiri dengn air mata bercucuran, saya hanya bisa menepuk-nepuk tanah merah yg ada dihadapan saya. Tetapi biar bagaimanapun saya berteriak tetap tak akan memanggil kembali bayangannya.
Ketika saya pergi meninggalkan rumah, saya membawa pipa rokok coklat kehitaman itu, saya akan mendampingi pipa ini untuk seumur hidup saya, mengenang Ayah Tiri utk selamanya.
....END....



Bottom of Form
·          
o